Senin, 14 Februari 2011

lihat ke depan!

waktu yang saya berikan padanya telah terlampau banyak, tenaga yang saya dermakan padanya sudah terlalu berlebih tetapi mengapa sebuah hasil yang diinginkan tak kunjung tiba, buah yang rasanya manis belum bisa kurasakan.

Saya tidak tahu apakah buah itu bisa saya dapatkan atau tidak tapi yang manis tentunya bukan yang sepat. Optimis optimis yahh! itulah kalimat banyak orang yang ditujukan untuku untuk menahan semangatku agar tidak terjatuh semakin jauh munuju pusat. Dari dalam diri pun selalu saya tanamkan bahwa bekerja keras diawal maka akan mendapat hasil terbaik diakhir, berjuta peribahasa pun sering saya cantumkan untuk membangkitkan kembali semangat yang seringkali terjun bebas dan salah satunya adalah peribahasa berakit-rakit ke hulu dan berenang-renang ketepian atau mungkin dengan ungkapan bahwa orang yang sukses adalah orang yang bekerja keras diawal namun terkandang segelintir pikiran tidak manis berjalan kecil dengan sadis berotasi di pikiran yang membuat jiwa bersifat ragu terhadap pengorbanan selama ini. Tiap kali si pikiran tak manis itu datang mengahampiri, saya selalu membalasnya dengan jamuan kasar dengan tujuan agar dia tidak datang bertamu kembali di lain hari.

Harinya semakin dekat, detiknya semakin menipis tetapi ketakutan dalam batin semakin membukit, tetapi yang harus saya yakini tuhan selalu bersama saya, selalu menaungi dan memeluk saya. Apapun hasilnya di penghujung nanti saya percaya itu yang terbaik. Akhir hanyalah akhir, yang bisa menentukan akhir adalah hanya sebuah proses tetapi sebelum berjalanya proses selalu di dahulukan sebuah awal yang menentukan sebuah hari dengan jauh 1mm di depan saya.

Jumat, 09 Juli 2010

saya dan dia berbeda

Saya dan dia berbeda


Saya dan dia berawal dari sesuatu yg sama, tetapi seiring dengan berjalanya waktu semuanya berubah. Saya dan dia pun menjadi sangat berbeda benar-benar berbeda.

Bukan bermaksud merendah tapi inilah adanya saya,


Saya yang hanya selalu dihinggapi oleh segerombol kekurangan sedangkan dia selalu dikelilingi oleh berbagai kelebihan.

Bila dilihat secara vertical ; dia selalu berada dibagian puncak teratas, bertahta agung dg berjuta kenyataan indah sedangkan saya berada pada suatu kasta yg sangat bawah yang hanya bermodalkan impian-impian palsu yg entah kapan akan terwujud. (dia berada diatas awan lapis ke-7 sedangkan saya berada di inti bumi yg sangat rendah letaknya, berbeda)


Dia memiliki apa yg orang-orang harapi, kelebihan seperti hanya monopoli dia semata. Dia dengan bangganya membanggakan apa yg dia punya dan apa yg telah dia raih. Bila saya menjadi seorang dia, saya pun akan melakukan hal yg sama seperti apa yg dia lakukan tapi tentu masih berada dalam batas kewajaran. Banyak orang yg memandang dia dg pandangan penuh pengharapan, memang banyak yg dapat diharapkan oleh seorang dia, keistimewaanpun selalu mengintilinya, berjuta perhatian juga tak luput darinya


Saya hanya orang biasa yang hanya memiliki keinginan untuk menjadi seperti dia. Terkadang saya pun tertegun sadar bahwa betapa sangat sulitnya bisa mensetarakan saya dengan dia. Namun saya berfikir kembali bahwa itu bukan saja sesuatu hal yg sangat sulit tapi mungkin itu adalah sesuatu khyalan semu belaka yg merongrong di otak belakang saya. Bila banyak orang yg selalu melempar senyum terindahnya kepada dia berkebalikan dg saya dimana tak sedikit orang akan mebuang muka bila melihat saya.


Berparas bagai cahaya, berlogika bagai emas, berkehidupan bagai mutiara ya itulah hidupnya, hampir bisa dikatakan terlampau sempurna.

Saya akui saya sangat cemburu, saya sangat iri, saya sangat ingin menjadi sosok seperti dia setidaknya saya ingin dianggap oleh orang banyak bahwa saya berlebih!!!

Saya selalu berusaha memanfaatkan/menjadikan rasa iri yg menghinggapi batin saya untuk mendorong serta merubah saya menjadi seperti dia bahkan akan menjadi lebih, lebih dan lebih seperti dia. Saya yakin itu!!!!!


Saya hanya berada dalam suatu proses yg sangat panjang dan selalu saya yakini bahwa suatu saat proses panjang itu akan berakhir dan pasti akan menjadikan saya menjadi jauh berjuta langkah dibanding dia yang sekarang.



bukan pelit

Bukan Pelit


Bukan bermaksud untuk tak berbagi tapi inilah rasa

Bukan berniat untuk tak memberi tapi inilah saya

Bukan berlaku tak ada tapi inilah nyata


Berusaha untuk merebut apa yang saya punya, mengambil dengan lancangnya tapi itu hanya hal yang sia. Karna berawal bukan maksud saya pelit.

Beratus akal kotornya, beribu ingin busuknya, berjuta laku hinanya berusaha mengutil perlahan apa yang saya punya, walaupun yang saya punya sangat kecil nilainya dibanding apa yg telah ia dapat. Sekali lagi bukan maksud saya pelit.

Banyak cara ia tempuh untuk menyelesaikan keinginanya tapi sulit, bagai terdapat tembok besar menghalangi aksinya. Tembok besar itu adalah saya.


Ia mengiba untuk mendapat kasih yg saya punya ‘tapi saya tolak!’ Ia berusaha kembali meminta walau kasih yg dia dapat nantinya hanya separuh ‘tapi saya tetap tolak!’ kembali lagi ia datang untuk meminta walau nantinya yg ia dapat hanya setetes ‘tapi tetap saya tolak dg keras!!’ dan kali ini saya mengusik jiwanya dan berkata ‘takkan saya beri walau hanya setitik’ ini bukan masalah pelit tapi karna ini adalah rasa.

dua wajah, dua hati

Dua wajah, dua hati


Awalnya, baik berwibawa bijaksana berbudi-luhur berperangai-agung

Akhirnya, acuh egois kotor busuk melacur amoral berkrama-rendah

Di detik pertama jumpa semuanya serba sempurna tak ada kelalaian sedikitpun. Beda!!! beda dari yang lain, beda dari yg sudah-sudah, beda yang telah pernah ada, membuat khalayak yg menatapnya menjadi iri separuh bangga.

Detik pertama tak selamanya tetap di detik pertama pasti akan berlajut ke detik kedua, ketiga, keempat, dst. Begitupula dengan perangainya selalu berjalan dan terus berjalan ke sebuah lembah kenaifan.

Sebuah sifat yang banyak orang sangkal adalah sebuah sifat dari seorang manusia setengah dewa yg hampir tak luput dari dosa dunia tapi kini semakin jelas terungkap, semuanya jelas terbuka bagai seorang anak kecil yg keluar dari peraduan selimutnya yg hangat.

Sekian menit, jam, hari semakin memburu demikian pula kenaifanya yg semakin menjadi. Watak seorang iblis pun mulai terungkap sedikit demi sedikit. Dia rela melacurkan dirinya, merendahkan harga tubuhnya hanya untuk mengikuti keinginan ‘malam’ itu.